1.
Pengertian
a. Mutu adalah gambaran total sifat
dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuanya untuk
memberikan kebutuhan kepuasan (American
Society for Quality Control).
b. Mutu adalah kesesuaian terhadap
permintaan persyaratan (The Conformance of Requirements - Philip B.
Crosby).
c. Mutu
pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap jasa
pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata
penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi
(Asrul Azwar,1996).
d. Mutu pelayanan kesehatan adalah
penampilan yang pantas atau sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar)
dan suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada
masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk
menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan
gizi (Djoko Wijono, 2000).
2.
Persepsi
Mutu
a. Bagi
Pemakai Jasa Pelayanan Kesehatan (Masyarakat)
Pasien/ masyarakat melihat layanan kesehatan yang
bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang
dirasakan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu,
tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah berkembangnya atau
meluasnya penyakit. Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang
merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali. Pemberi layanan harus memahami status
kesehatan dan kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang dilayaninya dan
mendidik masyarakat tentang layanan kesehatan dasar dan melibatkan masyarakat
dalam menentukan bagaimana cara yang paling efektif menyelenggarakan layanan
kesehatan, sehingga diperlukan suatu hubungan yang saling percaya antara
pemberi layanan kesehatan atau provider dengan pasien (masyarakat).
b. Bagi Pemberi
Layanan Kesehatan
Pemberi layanan kesehatan mengaitkan layanan kesehatan
yang bermutu dengan ketersediaan peralatan , prosedur kerja atau protokol,
kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dengan
teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran atau layanan kesehatan
tersebut. Sebagai profesi layanan kesehatan membutuhkan dan mengharapkan adanya
dukungan teknis, administrasi, dan layananan pendukung lainnya yang efektif
serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang bermutu tinggi.
c. Bagi Penyandang Dana
Pelayanan Kesehatan
Penyandang dana / asuransi mengangap bahwa layanan
kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efisien dan
efektif. Pasien diharapkan
dapat disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya layanan
kesehatan dapat menjadi efisien. Selanjutnya , upaya promosi kesehatan
pencegahan penyakit akan digalakkan agar pengguna layanan kesehatan semakin
berkurang.
d. Bagi Pemilik
Sarana Layanan Kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa
layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan
pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi
dengan tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien atau
masyarakat , yaitu pada tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien
masyarakat.
e. Bagi
Administrator Layanan Kesehatan
Administrator layanan kesehatan tidak langsung
memberikan layanan kesehatan , tetapi ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu
layanan kesehatan. Kebutuhan akan supervisi, kebutuhan keuangan dan logistik
akan memberikan suatu tantangan dan terkadang administator layanan kesehatan
kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan dalam layanan
kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi nutu layanan
kesehataan tertentu akan membantu administator layanan kesehatan dalam menyusun
prioritas dan dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien ,
serta pemberi layanan kesehatan.
f. Bagi Ikatan
Profesi
Keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutu pelayanan
kesehatan akan menimbulkan kepuasan pasien. Dengan demikian, tugas pelayanan
kesehatan selama ini dianggap suatu beban yang berat dan ada kalanya disertai
dengan keluhan / kritikan pasien dan masyarakat akan berubah menjadi suatu
kepuasan kerja. Jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menghindarkan terjadinya
malpraktik sehingga bidan dapat terhindar dari tuntutan pasien.
3.
Dimensi
Mutu
a. Dimensi
Kompetensi Teknis
Dimensi kompetensi teknis menyangkut
keterampilan, kemampuan, penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan.
Dimensi ini berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti
standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan,
kepatuhan, kebenaran dan konsistensi. Tidak dipenuhinya dimensi kompetensi
teknis dapat mengakibatkan berbagai hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap
standar layanan kesehatan, sampai pada kesalahan fatal yang dapat menurunkan
mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa pasien.
b. Dimensi
Keterjangkauan (Akses)
Dimensi keterjangkauan menyangkut
geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur
dengan jarak, lamanya perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi,
dan/atau hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang memperoleh
layanan kesehatan. Akses sosial atau budaya berhubungan dengan dapat diterima
atau tidaknya layanan kesehatan itu secara sosial atau nilai budaya,
kepercayaan dan perilaku. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan membayar
biaya layanan kesehatan. Akses organisasi ialah sejauh mana layanan kesehatan
itu diatur hingga dapat memberikan kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau
konsumen. Akses bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa
atau dialek yang dapat
dipahami oleh pasien.
dipahami oleh pasien.
c. Dimensi
Efektivitas
Layanan kesehatan harus efektif,
artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah
terjadinya penyakit dan berkembang/meluasnya penyakit yang ada. Efektifitas
layanan kesehatan ini bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu
digunakan dengan tepat, konsisten dan sesuai dengan situasi setempat. Umumnya
standar layanan kesehatan disusun pada tingkat organisasi yang lebih tinggi,
sementara pada tingkat pelaksana, standar layanan kesehatan itu harus dibahas
agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi.
Dimensi efektivitas berhubungan erat dengan dimensi kompetensi teknis
terutama dalam pemilihan alternatif dalam menghadapi relative risk dan ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang
terdapat dalam standar layanan kesehatan.
d. Dimensi
Efisiensi
Sumber daya kesehatan sangat
terbatas. Oleh karena itu dimensi efisiensi kesehatan sangat penting dalam
layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak
pasien dan masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak efisien umumnya berbiaya
mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama dan menimbulkan resiko
yang lebih besar pada pasien. Dengan melakukan analisis efisiensi dan
efektivitas kita dapat memilih intervensi yang paling efisien.
e. Dimensi
Kesinambungan
Dimensi kesinambungan layanan
kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai dengan kebutuhannya,
termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi
yang tidak perlu. Pasien harus selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan yang
dibutuhkannya. Karena riwayat penyakit pasien terdokumentasi dengan lengkap,
akurat dan terkini, layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat
terlaksana dengan tepat, waktu dan tempatnya.
f. Dimensi
Keamanan
Dimensi keamanan maksudnya layanan
kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi layanan maupun masyarakat
sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cidera,
infeksi, efek samping, aatau bahaya lain. Oleh karena itu harus disusun suatu
prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.
g. Dimensi
Kenyamanan
Dimensi kenyamanan tidak berpengaruh
langsung dengan efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan
pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke
tempat tersebut. Kenyamanan dan kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan pasien
terhadap organisasi layanan kesehatan.
h. Dimensi
Informasi
Layanan kesehatan yang bermutu harus
mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa. Siapa, kapan, dimana dan
bagaimana layanan kesehatan itu akan atau telah dilaksanakan. Dimensi informasi
ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.
i.
Dimensi Ketepatan Waktu
Agar berhasil, layanan kesehatan
harus dilakukan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi layanan yang
tepat, menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang tepat (efisien).
j.
Dimensi Hubungan
Antarmanusia
Hubungan antarmanusia adalah
hubungan antara pemberi layanan kesehatan (provider) dengan pasien atau
masyarakat (konsumen), antar sesama pemberi layanan kesehatan, antar
atasan-bawahan, dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas, pemerintah daerah,
LSM, masyarakat dan lain-lain. Hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan
kepercayaan dan kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia,
saling menghormati, responsif, memberi perhatian, dan lain-lain.
Dimensi yang sering digunakan :
a.
Tangibles
Yaitu bahwa dalam memberikan pelayana terhadap
pelanggan harus diukur atau dibuat standarnya
b.
Reliability
Yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan
pemberi jasa
c.
Responsiveness
Yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap
kebutuhan dan penerima jasa
d.
Assurance
Yaitu
pengetahuan, kemampuan dan kesopanan pemberi jasa untuk menimbulkan kepercayaan
dan keyakinan
e.
Empathy
Yaitu pengertian dari pihak pemberi
jasa pada penerima jasa atau pemahaman atau pemberi jasa terhadap kebutuhan
dengan harapan pemakai jasa
4.
Pengertian
Program Menjaga Mutu
a.
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang
berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan
yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta
menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos
& Keller, 1989).
b.
Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang
disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran
pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan
pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang
ditemukan (Joint Commission on Acreditation of
Hospitals, 1988).
5.
Tujuan
Program Menjaga Mutu
a. Tujuan Umum
Tujuan umum Program Menjaga Mutu adalah untuk lebuih
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas lima
macam yakni:
1) Diketahuinya masalah mutu pelayanan
kesehatan yang diselenggarkan,
2) Diketahuinya penyebab munculnya
masalah kesehatan yang diselenggarakan,
3) Tersusunnya upaya penyelesaian
masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan,
4) Terselenggarakan upaya penyelesaian
masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan,
5) Tersusunnya saran tindak lanjut
untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Tujuan program menjaga mutu mencakup
dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai
berikut:
a.
Tujuan antara
Tujuan
antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu
pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini
dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan.
b.
Tujuan akhir
Tujuan
akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya
mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini
dapat dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.
c.
Manfaat
Program Jaminan Mutu
Apabila program menjaga mutu dapat
dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat
yang dimaksudkan adalah:
a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas
pelayanan kesehatan.
Peningkatan
efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya
masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan
diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah
telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian
masalah telah dilakukan secara benar.
b. Dapat lebih meningkatkan efesiensi
pelayanan kesehatan.
Peningkatan
efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya
pnyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya
tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai
efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan
penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa
pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya
pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
secara keseluruhan.
d. Dapat melindungi pelaksana pelayanan
kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada
saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial
ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan
publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk
melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas
terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan
kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya.
Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena
apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada
peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan.
d.
Bentuk
Program Menjaga Mutu
a.
Program
Menjaga Mutu Perspektif
Program
menjaga mutu perspektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan sebelum
pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih
ditujukan pada unsur masukan serta lingkungan. Untuk menjamin terselenggaranya
pelayanan kesehatan yang bermutu, perlulah diupayakan unsur masukan dan
lingkungan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Prinsip pokok
program menjaga mutu perspektif sering dimanfaatkan dalam menyusun peraturan
perundang-undangan. Beberapa diantaranya yang terpenting adalah :
1) Standarisasi (standardization)
Untuk
dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, ditetapkanlah
standarisasi institusi kesehatan. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan
hanya diberikan kepada institusi kesehatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Dengan adanya ketentuan tentang standarisasi, yang lazimnya mencakup tenaga dan
saran, dapatlah dihindarinya berfungsinya institusi kesehatan yang tidak
memenuhi syarat. Standarisasi adalah suatu pernyataan tentang mutu yang
diharapkan yaitu yang menyangkut masukan proses dari system pelayanan
kesehatan.
Telah
disadari bahwa pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan obstetric
neonatal merupakan komponen penting dan merupakan bagian tak terpisahkan dari
pelayanan kebidanan di setiap tingkat pelayanan. Bila hal tersebut dapat
diwujudkan, maka angka kematian ibu dapat diturunkan. Berdasarkan itu, standar
pelayanan kebidanan ini untuk penanganan keadaan tersebut, disamping standar
untuk pelayanan kebidanan dasar.
Dengan demikian ruang lingkup standar
pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut:
·
Standar pelayanan umum (2 standar)
·
Standar pelayanan
antenatal (6 standar)
·
Standar pertolongan
persalinan (4 standar)
·
Standar pelayanan nifas (3 standar)
·
Standar penanganan
kegawatdaruratan obstetric-neonatal (9 standar)
2) Perizinan (licensure)
Sekalipun
standarisasi telah terpenuhi, bukan lalu berarti mutu pelayanan kesehatan
selalu dapat dipertanggung jawabkan. Untuk mencegah pelayanan kesehatan yang
tidak bermutu, standarisasi perlu diikuti dengan perizinan yang lazimnya
ditinjau secara berkala. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya
diberikan kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang memenuhi
persyaratan. Lisensi adalah proses administasi yang dilakukan oleh pemerintah
atau yang berwewenang berupa surat izin praktik yang diberikan kepada tenaga
profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri. Tujuan lisensi adalah
sebagai berikut:
a) Tujuan umum lisensi: Melindungi
masyarakat dari pelayanan profesi.
b) Tujuan khusus lisensi: Memberi
kejelasan batas wewenang dan menetapkan sarana dan prasarana.
Lisensi
(perizinan) pada tenaga kesehatan ini juga tercantum pada peraturan pemerintah
Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 Bab III Pasal 4.
a) Tenaga kesehatan hanya dapat
melakukan upaya kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
b) Dikecualikan dari pemilikan ijin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi tenaga kesehatan masyarakat.
3) Sertifikasi (certification)
Sertifikasi
adalah tindak lanjut dari perizinan,yakni memberikan sertifikat (pengakuan)
kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksanan yang benar-benar memenuhi
persyaratan.
4) Akreditasi (accreditation)
Akreditasi
adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya dipandang lebih tinggi.
Lazimnya akreditasi tersebut dilakukan secara bertingkat, yakni yang sesuai
dengan kemampuan institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan
formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan
kriteria yang terbuka.
b.
Program
Menjaga Mutu Konkuren
Yang
dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan
bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih
ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis,
keperawatan dan non medis yang dilakukan.
Program menjaga mutu konkuren adalah program menjaga
mutu yang dilaksanakan bersamaan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsure proses, yakni
menilai tindakan medis dan nonmedis yang dilakukan. Apabila kedua tindakan
tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka berarti
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan kurang bermutu.Program menjaga mutu
konkuren dinilai paling baik, namun paling sulit dilaksanakan. Penyebab
utamanya adalah karena adanya factor tentang rasa serta ‘bias’ pada waktu
pengamatan. Seseorang akan cenderung lebih berhati-hati, apabila mengetahui
sedang diamati. Kecuali apabila pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan oleh
satu tim (team work), atau apabila telah tdrbentuk kelompok kesejawatan .
Mutu pelayanan
kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan
kesehatan yang dikenal dengan Keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari
tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti
perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya.
Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses
(process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa
baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur
tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur
harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.
c.
Program
Menjaga Mutu Retrospektif
Program
menjaga mutu retrospektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan setelah
pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih
ditujukan pada unsur keluaran, yakni menilai pemanpilan peleyanan kesehatan.
Jika penampilan tersebut berada dibawah standar yang telah ditetapkan, maka
berarti pelayanan kesehtan yang diselenggarakan kurang bermutu.
Karena
program menjaga mutu retrospektif dilaksanakan setelah diselenggarakannya
pelayanan kesehatan, maka objek program menjaga mutu umumnya bersifat tidak
langsung. Dapat berupa hasil dari pelayanan kesehatan, atau pandangan pemakai
jasa pelayanan kesehatan. Beberapa contoh program menjaga mutu retrospektif
adalah:
1) Review rekam medis (record review)
Disini penampilan pelayanan
kesehatan dinilai dari rekam medis yang dipergunakan. Semua catatan yang ada
dalam rekam medis dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Tergantung
dari masalah yang ingin dinilai, reviu rekam medis dapat dibedakan atas
beberapa macam. Misalnya drug usage review jika yang dinilai adalah penggunaan
obat, dan atau surgical case review jika yang dinilai adalah pelayanan
pembedahan. Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan,
penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan
pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri
apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan
yang diberikan.
2) Review jaringan (tissue review)
Disini penampilan pelayanan
kesehatan (khusus untuk bedah) dinilai dari jaringan pembedahan yang dilakukan.
Apabila gambaran patologi anatomi dari jaringan yang diangkat telah sesuai
dengan diagnosis yang ditegakkan, maka berarti pelayanan bedah tersebut adalah
pelayanan kesehatan yang bermutu.
3) Survei klien (client survey)
Disini penampilan pelayanan
kesehatan dinilai dari pandangan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Survai klien
ini dapat dilakukan secara informal, dalam arti melangsungkan tanya jawab
setelah usainya setiap pelayanan kesehatan, atau secara formal, dalam arti melakukan
suatu survei yang dirancang khusus. Survei dapat dilaksanakan melalui kuesioner
atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak
terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.
d.
Program
Menjaga Mutu Internal
Yang
dimaksud dengan Program menjaga mutu internal adalah bentuk kedudukan
organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu berada
di dalam institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini di
dalam institusi pelayanan kesehatan tersebut dibentuklah suatu organisasi
secara khusus diserahkan tanggung jawab akan menyelenggarakan Program Menjaga
Mutu.
Jika
ditinjau dari peranan para pelaksananya, secara umum dapat dibedakan atas dua
macam:
1) Para pelaksana program menjaga mutu
adalah para ahli yang tidak terlibat dalam pelayanan kesehatan (expert group) yang secara khusus
diberikan wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu.
2) Para pelaksana program menjga mutu
adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan (team based), jadi semacam gugus kendali
mutu,sebagaimana yang banyak dibentuk didunia industry.
Dari dua bentuk organisasi yang dapat dibentuk ini, yang
dinilai paling baik adalah bentuk yang kedua, karena sesungguhnya yang paling
bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu seyogyanya bukan orang
lain melainkan adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan itu
sendiri.
e.
Program
Menjaga Mutu Eksternal
Pada
bentuk ini kedudukan organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan program
menjaga mutu berada diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Untuk ini, biasanya untuk suatu wilayah kerja tertentu dan/atau untuk
kepentingan tertentu, dibentuklah suatu organisasi, diluar institusi yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab
menyelenggarakan program menjaga mutu, misalnya suatu badan penyelenggara
program asuransi kesehatan, yang untuk kepentingan programnya, membentuk suatu
unit program menjaga mutu, guna memantau, menilai serta mengajukan saran-saran
perbaikan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh berbagai
institusipelayanan kesehatan yang tergabung dalam program yang dikembangkannya.
Pada
program menjaga mutu eksternal seolah-olah ada campur tangan pihak luar untuk
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh suatu institusi pelayanan
kesehatan, yang biasanya sulit diterima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar