Rabu, 13 Maret 2013

Konsep Dasar Pelayanan Kesehatan


1.      Pengertian
Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat (Levey dan Loomba, 1973).

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok, keluarga ataupun masyarakat (Asrul Aswar, 1996).

2.      Batasan Pelayanan Kesehatan
Dari definisi yang dikemukakan oleh Levey dan Loomba (1973), dapat diperoleh bahwa batasan pelayanan kesehatan mengandung hal-hal sebagai berikut :
a.       Usaha sendiri
Setiap usaha pelayanan kesehatan bisa dilakukan sendiri ditempat pelayanan. Misalnya pelayanan bidan praktek mandiri.
b.      Usaha lembaga atau organisasi
Setiap usaha pelayanan kesehatan dilakukan secara kelembagaan atau organisasi kesehatan ditempat pelayanan. Misalnya pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas
c.       Memiliki tujuan yang dicapai
Tiap pelayanan kesehatan memiliki produk yang beragam yang pada tujuan pokoknya adalah peningkatan derajat kesehatan masyarakat atau person

d.      Lingkup program
Lingkup pelayanan kesehatan meliputi kegiatan pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, pencengah penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, atau gabungan dari keseluruhan
e.       Sasaran pelayanan
Tiap pelayanan kesehatan menghasilkan sasaran yang berbeda, tergantung dari program yang akan dilakukan, bisa untuk perseorangan, keluarga, kelompok ataupun untuk masyarakat secara umum 

Sesuai dengan batasan tersebut, segera dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang dapat ditemukan banyak macamnya. Karena kesemuanya ini amat ditentukan oleh :
a.    Perorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi.
b.    Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencangkup kegiatan pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, pencengah penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, atau kombinasi dari padanya.
c.    Sasaran pelayanan kesehatan, apakah untuk perseorangan, keluarga, kelompok ataupun untuk masyarakat secara keseluruhan.

3.      Faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan
Menurut Bloom (1974), derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu :
a.       Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktivitasnya. Lingkungan tersebut meliputi lingkungan fisik, lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komuniti, maupun masyarakat. Masyarakat merupakan kelompok yang paling penting dan kompleks yang telah dibentuk manusia sebagai makhluk sosial. Masyarakat adalah organisasi yang terbentuk akibat interaksi antara manusia, budaya, lingkungan yang bersifat dinamis terdiri dari individu, keluarga, kelompok dan komuniti yang mempunyai tujuan dan sistem nilai. Klien/ibu/wanita merupakan bagian dari anggota keluarga dan unit dari komuniti.
      Paradigma kebidanan dalam konsep lingkungan ini adalah memandang bahwa lingkungan fisik,  psikologis, sosial, budaya dan spiritual, dapat mempengaruhi kebutuhan dasar manusia selama pemberian asuhan kebidanan dengan meminimalkan dampak atau pengaruh yang  ditimbulkannya sehingga tujuan asuhan kebidanan dapat tercapai.
·      Lingkungan fisik yang dimaksud adalah segala bentuk lingkungan secara fisik yang dapat mempengaruhi perubahan statuskesehatan seperti adanya daerah-daerah wabah, lingkungan kotor, dekat pembuangan air limbah, atau sampah dan lain-lain. Lingkungan ini jelas dapat mempengaruhi kebutuhan dasar manusia dalam bentuk kebutuhan keamanan dan keselamatan dari bahaya yang dapat ditimbulkannya.
·      Lingkungan psikologis artinya keadaan yang menjadikan terganggunya psikologis pada seseorang seperti lingkungan yang kurang aman yang mengakibatkan kecemasan dan ketakutan akan bahaya yang ditimbulkannya.
·      Lingkungan sosial dalam hal ini adalah masyarakat yang luas serta budaya yang ada juga dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang serta adanya kehidupan spiritual juga mempengaruhi perkembangan seseorang dalam kehidupan beragama serta meningkatkan keyakinan.

Bidan sebagai anggota dari komunitas dan pelaksana pelayanan kepada komunitas harus mempunyai pengetahuan yang luas dan dalam tentang serta unit dasarnya, membantu meningkatkan dan mempertahankan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat serta memberi motivasi untuk mencapai tingkat kesehatan yang setinggi-tingginya.





b.      Perilaku
·      Pengertian
Perilaku merupakan hasil dari pengalaman serta interaksi manusia dalam lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan sikap dan tindakan. Perilaku manusia besifat holistik atau menyeluruh (IBI).

Perilaku adalah apa yang dikerjakan seseorang, baik diamati secara langsung atau tidak secara langsung (Notoatmodjo, 1996).

·       Bentuk Perilaku
1)   Bentuk pasif
Bentuk pasif (respon internal), yaitu respon yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa tablet penambah darah itu sangat dibutuhkan saat kehamilan, meskipun ibu tersebut tidak meminum tablet penambah darah secara rutin. Dari contoh ini terlihat bahwa ibu tersebut telah tahu guna tablet penambah darah meskipun dirinya sendiri belum melakukan secara nyata dengan meminum rutin tablet penambah darah. Oleh sebab itu jenis perilaku ini disebut covert behaviour (perilaku terselubung).
2)   Bentuk aktif
Bentuk aktif yaitu jika perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnyaibu melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Karena perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata maka disebut overt behaviour.

·       Perilaku Profesional Bidan
Perilaku ibu selama kehamilan akan mempengaruhi kehamilan, perilaku ibu dalam mencari penolong persalinan akan mempengaruhi kesejahteraan ibu dan bayi yang dilahirkan. Demikian pula dengan perilaku ibu pada masa nifas akan mempengaruhi kesehatan ibu dan bayinya.

Perilaku profesional dari bidan mencakup :
1)      Dalam melaksanakan tugasnya, bidan berpegang teguh pada filosofi, etika profesi dan aspek legal
2)      Bertanggung jawab dalam keputusan klinis yang akan dibuatnya
3)      Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan mutakhir secara berkala
4)      Menggunakan konsultasi dan rujukan yang tepat selama memberikan asuhan kebidanan
5)      Menghargai dan memanfaatkan budaya setempat sehubungan dengan praktik kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca salin, bayi baru lahir dan anak
6)      Menggunakan model kemitraan dalam bekerjasama dengan kaum wanita/ibu agar mereka dapat menentukan pilihan yang telah diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta persetujuan secara tertulis supaya mereka bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri
7)      Menggunakan keterampilan berkomunikasi
8)      Bekerjasama dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan keluarga

c.       Keturunan
Kualitas manusia, diantaranya ditentukan oleh keturunan. Manusia yang sehat dilahirkan dari ibu yang sehat. Hal ini menyangkut dari persiapan wanita sebelum perkawinan, masa kehamilan, masa kelahiran dan nifas. Walaupun kehamilan, kelahiran dan nifas adalah proses yang fisiologis bisa menjadi patologis. Hal ini akan berpengaruh pada bayi yang akan dilahirkannya. Misalnya saja adanya faktor keturunan kembar pada seorang ibu hamil. Kehamilan kembar tentunya memiliki resiko yang lebih besar daripada kehamilan normal dengan satu janin. Begitu pula adanya faktor keturunan yang dilihat dari faktor golongan darah maupun faktor rhesus darah. Oleh karena itu layanan pra perkawinan, kehamilan, kelahiran dan nifas adalah sangat penting dan mempunyai keterkaitan satu sama lain yang tak dapat dipisahkan.
      Keturunan juga memberikan pengaruh terhadap status kesehatan seseorang mengingat potensi perubahan status kesehatan telah dimiliki melalui faktor genetik, respon terhadap beberapa penyakit (Hidayat, 2004).

d.      Pelayanan Kesehatan / Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah suatu praktik layanan kesehatan yang spesifik bersifat reflektif dan analisis ditujukan pada wanita khusunya bayi, ibu dan balitadilaksanakan secara mandiri dan profesional yang didukung oleh seperangkat ilmu pengetahuan yamg saling terkait dengan menggunakan suatu metode ilmiah, dilandasi oleh etika dan kode etik profesi.
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang memberikan asuhan esensial dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan ibu dan balita yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga. Pelayanan kebidanan yang dilaksanakan oleh bidan adalah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan yang ditetapkan pemerintah sesuai standar yang ditetapkan.
Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangan yang diberikannya dengan maksud meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka terciptanya keluarga bahagia dan sejahtera.
Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga dan masyarakat, yang meliputi upaya-upaya sebagai berikut :
a.    Peningkatan (promotif) : misalnya  dapat dilakukan dengan adanya promosi kesehatan (penyuluhan tentang imunisasi, himbauan kepada masyarakat untuk pola hidup sehat).
b.    Pencegahan (preventif) : dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, imunisasi bayi, pelaksanaan senam hamil, dan sebagainya.
c.    Penyembuhan (kuratif) : dilakukan sebagai upaya pengobatan misalnya pemberian transfusi darah pada ibu dengan anemia berat karena perdarahan post partum.
d.   Pemulih (rehabilitatif) : misalnya pemulihan kondisi ibu post SC.


Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi :
a.    Layanan kebidanan primer adalah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan
b.    Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan
c.    Layanan kebidanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi, misalnya rujukan dari bidan  ke rumah sakit. Atau sebaliknya, pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan rujukan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/fasilitas pelayanan kesehatan lainnya secara horizontal maupun vertikal atau ke profesi kesehatan lainnya. Secara horizontal maksudnya rujukan antar petugas kesehatan yang sejajar (dari bidan ke bidan lain), dan vertikal yaitu rujukan dari satu tingkat ke tingkat yang lain (misalnya rujukan dari bidan ke rumah sakit). Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.

4.      Syarat Pelayanan Kesehatan
a.    Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat.
b.    Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar.
c.     Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi sangat penting.
d.    Mudah dijangkau
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
e.     Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

Konsep Dasar Mutu Pelayanan Kesehatan


1.        Pengertian
a.       Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuanya untuk memberikan kebutuhan kepuasan (American Society for Quality Control).
b.      Mutu adalah kesesuaian terhadap permintaan persyaratan (The Conformance of Requirements - Philip B. Crosby).
c.       Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap jasa pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi (Asrul Azwar,1996).
d.      Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dan suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Djoko Wijono, 2000).

2.        Persepsi Mutu
a.       Bagi Pemakai Jasa Pelayanan Kesehatan (Masyarakat)
Pasien/ masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali.  Pemberi layanan harus memahami status kesehatan dan kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang dilayaninya dan mendidik masyarakat tentang layanan kesehatan dasar dan melibatkan masyarakat dalam menentukan bagaimana cara yang paling efektif menyelenggarakan layanan kesehatan, sehingga diperlukan suatu hubungan yang saling percaya antara pemberi layanan kesehatan atau provider dengan pasien (masyarakat).
b.      Bagi Pemberi Layanan Kesehatan
Pemberi layanan kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan , prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran atau layanan kesehatan tersebut. Sebagai profesi layanan kesehatan membutuhkan dan mengharapkan adanya dukungan teknis, administrasi, dan layananan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang bermutu tinggi.
c.       Bagi Penyandang Dana Pelayanan Kesehatan
Penyandang dana / asuransi mengangap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien. Selanjutnya , upaya promosi kesehatan pencegahan penyakit akan digalakkan agar pengguna layanan kesehatan semakin berkurang.
d.      Bagi Pemilik Sarana Layanan Kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien atau masyarakat , yaitu pada tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien masyarakat.
e.       Bagi Administrator Layanan Kesehatan
Administrator layanan kesehatan tidak langsung memberikan layanan kesehatan , tetapi ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan supervisi, kebutuhan keuangan dan logistik akan memberikan suatu tantangan dan terkadang administator layanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan dalam layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi nutu layanan kesehataan tertentu akan membantu administator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien , serta pemberi layanan kesehatan.
f.       Bagi Ikatan Profesi
Keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menimbulkan kepuasan pasien. Dengan demikian, tugas pelayanan kesehatan selama ini dianggap suatu beban yang berat dan ada kalanya disertai dengan keluhan / kritikan pasien dan masyarakat akan berubah menjadi suatu kepuasan kerja. Jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menghindarkan terjadinya malpraktik sehingga bidan dapat terhindar dari tuntutan pasien.

3.        Dimensi Mutu
a.       Dimensi Kompetensi Teknis
Dimensi kompetensi teknis menyangkut keterampilan, kemampuan, penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi ini berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan, kepatuhan, kebenaran dan konsistensi. Tidak dipenuhinya dimensi kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar layanan kesehatan, sampai pada kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa pasien.
b.      Dimensi Keterjangkauan (Akses)
Dimensi keterjangkauan menyangkut geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak, lamanya perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi, dan/atau hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang memperoleh layanan kesehatan. Akses sosial atau budaya berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya layanan kesehatan itu secara sosial atau nilai budaya, kepercayaan dan perilaku. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan membayar biaya layanan kesehatan. Akses organisasi ialah sejauh mana layanan kesehatan itu diatur hingga dapat memberikan kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau konsumen. Akses bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialek yang dapat
dipahami oleh pasien.

c.       Dimensi Efektivitas
Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit dan berkembang/meluasnya penyakit yang ada. Efektifitas layanan kesehatan ini bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat, konsisten dan sesuai dengan situasi setempat. Umumnya standar layanan kesehatan disusun pada tingkat organisasi yang lebih tinggi, sementara pada tingkat pelaksana, standar layanan kesehatan itu harus dibahas agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi.  Dimensi efektivitas berhubungan erat dengan dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan alternatif dalam menghadapi relative risk dan ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan.
d.      Dimensi Efisiensi
Sumber daya kesehatan sangat terbatas. Oleh karena itu dimensi efisiensi kesehatan sangat penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien dan masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak efisien umumnya berbiaya mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama dan menimbulkan resiko yang lebih besar pada pasien. Dengan melakukan analisis efisiensi dan efektivitas kita dapat memilih intervensi yang paling efisien.
e.       Dimensi Kesinambungan
Dimensi kesinambungan layanan kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai dengan kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Pasien harus selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan yang dibutuhkannya. Karena riwayat penyakit pasien terdokumentasi dengan lengkap, akurat dan terkini, layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat terlaksana dengan tepat, waktu dan tempatnya.
f.       Dimensi Keamanan
Dimensi keamanan maksudnya layanan kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi layanan maupun masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cidera, infeksi, efek samping, aatau bahaya lain. Oleh karena itu harus disusun suatu prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.

g.      Dimensi Kenyamanan
Dimensi kenyamanan tidak berpengaruh langsung dengan efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan dan kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan pasien terhadap organisasi layanan kesehatan.
h.      Dimensi Informasi
Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa. Siapa, kapan, dimana dan bagaimana layanan kesehatan itu akan atau telah dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.
i.        Dimensi Ketepatan Waktu
Agar berhasil, layanan kesehatan harus dilakukan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi layanan yang tepat, menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang tepat (efisien).
j.        Dimensi Hubungan Antarmanusia
Hubungan antarmanusia adalah hubungan antara pemberi layanan kesehatan (provider) dengan pasien atau masyarakat (konsumen), antar sesama pemberi layanan kesehatan, antar atasan-bawahan, dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas, pemerintah daerah, LSM, masyarakat dan lain-lain. Hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi perhatian, dan lain-lain.

Dimensi yang sering digunakan :
a.      Tangibles
Yaitu bahwa dalam memberikan pelayana terhadap pelanggan harus diukur atau dibuat standarnya
b.      Reliability
Yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa
c.       Responsiveness
Yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan penerima jasa

d.      Assurance
Yaitu pengetahuan, kemampuan dan kesopanan pemberi jasa untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan
e.       Empathy
Yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada penerima jasa atau pemahaman atau pemberi jasa terhadap kebutuhan dengan harapan pemakai jasa

4.        Pengertian Program Menjaga Mutu
a.     Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989).
b.     Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on Acreditation of  Hospitals, 1988).

5.        Tujuan Program Menjaga Mutu
a.    Tujuan Umum
Tujuan umum Program Menjaga Mutu adalah untuk lebuih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
b.    Tujuan Khusus
Tujuan khusus Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas lima macam yakni:
1)      Diketahuinya masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarkan,
2)      Diketahuinya penyebab munculnya masalah kesehatan yang diselenggarakan,
3)      Tersusunnya upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan,
4)      Terselenggarakan upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan,
5)      Tersusunnya saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:
a.     Tujuan antara
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan.
b.     Tujuan akhir
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.

c.         Manfaat Program Jaminan Mutu
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
a.     Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
b.      Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya pnyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
c.       Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
d.      Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan.

d.        Bentuk Program Menjaga Mutu
a.      Program Menjaga Mutu Perspektif
Program menjaga mutu perspektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan sebelum pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur masukan serta lingkungan. Untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, perlulah diupayakan unsur masukan dan lingkungan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Prinsip pokok program menjaga mutu perspektif sering dimanfaatkan dalam menyusun peraturan perundang-undangan. Beberapa diantaranya yang terpenting adalah :
1)      Standarisasi (standardization)
Untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, ditetapkanlah standarisasi institusi kesehatan. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dengan adanya ketentuan tentang standarisasi, yang lazimnya mencakup tenaga dan saran, dapatlah dihindarinya berfungsinya institusi kesehatan yang tidak memenuhi syarat. Standarisasi adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan yaitu yang menyangkut masukan proses dari system pelayanan kesehatan.
Telah disadari bahwa pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan obstetric neonatal merupakan komponen penting dan merupakan bagian tak terpisahkan dari pelayanan kebidanan di setiap tingkat pelayanan. Bila hal tersebut dapat diwujudkan, maka angka kematian ibu dapat diturunkan. Berdasarkan itu, standar pelayanan kebidanan ini untuk penanganan keadaan tersebut, disamping standar untuk pelayanan kebidanan dasar.
Dengan demikian ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut:
·      Standar pelayanan umum (2 standar)
·       Standar pelayanan antenatal (6 standar)
·       Standar pertolongan persalinan (4 standar)
·      Standar pelayanan nifas (3 standar)
·       Standar penanganan kegawatdaruratan obstetric-neonatal (9 standar)

2)      Perizinan (licensure)
Sekalipun standarisasi telah terpenuhi, bukan lalu berarti mutu pelayanan kesehatan selalu dapat dipertanggung jawabkan. Untuk mencegah pelayanan kesehatan yang tidak bermutu, standarisasi perlu diikuti dengan perizinan yang lazimnya ditinjau secara berkala. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang memenuhi persyaratan. Lisensi adalah proses administasi yang dilakukan oleh pemerintah atau yang berwewenang berupa surat izin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri. Tujuan lisensi adalah sebagai berikut:
a)    Tujuan umum lisensi: Melindungi masyarakat dari pelayanan profesi.
b)   Tujuan khusus lisensi: Memberi kejelasan batas wewenang dan menetapkan sarana dan prasarana.
Lisensi (perizinan) pada tenaga kesehatan ini juga tercantum pada peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 Bab III Pasal  4. 
a)    Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
b)   Dikecualikan dari pemilikan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi tenaga kesehatan masyarakat.

3)      Sertifikasi (certification)
Sertifikasi adalah tindak lanjut dari perizinan,yakni memberikan sertifikat (pengakuan) kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksanan yang benar-benar memenuhi persyaratan.

4)      Akreditasi (accreditation)
Akreditasi adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya dipandang lebih tinggi. Lazimnya akreditasi tersebut dilakukan secara bertingkat, yakni yang sesuai dengan kemampuan institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang terbuka.

b.      Program Menjaga Mutu Konkuren
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.
 Program menjaga mutu konkuren adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan bersamaan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsure proses, yakni menilai tindakan medis dan nonmedis yang dilakukan. Apabila kedua tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan kurang bermutu.Program menjaga mutu konkuren dinilai paling baik, namun paling sulit dilaksanakan. Penyebab utamanya adalah karena adanya factor tentang rasa serta ‘bias’ pada waktu pengamatan. Seseorang akan cenderung lebih berhati-hati, apabila mengetahui sedang diamati. Kecuali apabila pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan oleh satu tim (team work), atau apabila telah tdrbentuk kelompok kesejawatan .
Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan Keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya. Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.

c.       Program Menjaga Mutu Retrospektif
Program menjaga mutu retrospektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan setelah pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur keluaran, yakni menilai pemanpilan peleyanan kesehatan. Jika penampilan tersebut berada dibawah standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehtan yang diselenggarakan kurang bermutu.
Karena program menjaga mutu retrospektif dilaksanakan setelah diselenggarakannya pelayanan kesehatan, maka objek program menjaga mutu umumnya bersifat tidak langsung. Dapat berupa hasil dari pelayanan kesehatan, atau pandangan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Beberapa contoh program menjaga mutu retrospektif adalah:
1)      Review rekam medis (record review)
Disini penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari rekam medis yang dipergunakan. Semua catatan yang ada dalam rekam medis dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Tergantung dari masalah yang ingin dinilai, reviu rekam medis dapat dibedakan atas beberapa macam. Misalnya drug usage review jika yang dinilai adalah penggunaan obat, dan atau surgical case review jika yang dinilai adalah pelayanan pembedahan. Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.
2)      Review jaringan (tissue review)
Disini penampilan pelayanan kesehatan (khusus untuk bedah) dinilai dari jaringan pembedahan yang dilakukan. Apabila gambaran patologi anatomi dari jaringan yang diangkat telah sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan, maka berarti pelayanan bedah tersebut adalah pelayanan kesehatan yang bermutu.
3)      Survei klien (client survey)
Disini penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari pandangan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Survai klien ini dapat dilakukan secara informal, dalam arti melangsungkan tanya jawab setelah usainya setiap pelayanan kesehatan, atau secara formal, dalam arti melakukan suatu survei yang dirancang khusus. Survei dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.

d.      Program Menjaga Mutu Internal
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu internal adalah bentuk kedudukan organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu berada di dalam institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini di dalam institusi pelayanan kesehatan tersebut dibentuklah suatu organisasi secara khusus diserahkan tanggung jawab akan menyelenggarakan Program Menjaga Mutu.
Jika ditinjau dari peranan para pelaksananya, secara umum dapat dibedakan atas dua macam:
1)      Para pelaksana program menjaga mutu adalah para ahli yang tidak terlibat dalam pelayanan kesehatan (expert group) yang secara khusus diberikan wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu.
2)      Para pelaksana program menjga mutu adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan (team based), jadi semacam gugus kendali mutu,sebagaimana yang banyak dibentuk didunia industry.
Dari dua bentuk organisasi yang dapat dibentuk ini, yang dinilai paling baik adalah bentuk yang kedua, karena sesungguhnya yang paling bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu seyogyanya bukan orang lain melainkan adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan itu sendiri.

e.       Program Menjaga Mutu Eksternal
Pada bentuk ini kedudukan organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu berada diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini, biasanya untuk suatu wilayah kerja tertentu dan/atau untuk kepentingan tertentu, dibentuklah suatu organisasi, diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu, misalnya suatu badan penyelenggara program asuransi kesehatan, yang untuk kepentingan programnya, membentuk suatu unit program menjaga mutu, guna memantau, menilai serta mengajukan saran-saran perbaikan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh berbagai institusipelayanan kesehatan yang tergabung dalam program yang dikembangkannya.
Pada program menjaga mutu eksternal seolah-olah ada campur tangan pihak luar untuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh suatu institusi pelayanan kesehatan, yang biasanya sulit diterima.